Halaman

Senin, 31 Oktober 2011

TugasQ

UKM KITA MISKIN DATA DAN MASIH GAPTEK
Dunia usaha selalu menuntut business sense (kepekaan bisnis), kemampuan berinovasi, bahkan berimprovisasi serta memiliki kelenturan untuk antisipasi perubahan-perubahan yang datangnya sulit diprediksi, tidak terkecuali usaha skala kecil, medium maupun besar. Kepekaan bisnis tidak terbatas pada aspek tertentu saja melainkan hampir semua aspek dalam aktivitas bisnis. Kepekaan bisnis tidak terbatas pada aspek tertentu saja melainkan hampir semua aspek dalam aktivitas bisnis. Dalam menghasilkan produk, UKM kita sebenarnya tidak kalah bagus dengan produk yang sama dari sebagian negara lain, hanya mungkin dari sisi sentuhan finishing, dan packging sering kali kurang mendapat perhatian, sehingga product value ukm kita diapresiasi setengah harga. Makanya banyak eksportir dalam maupun dari luar negeri lebih suka mengeksport barang-barang setengah jadi atau sudah sembilan puluh persen jadi dari Indonesia karena setelah diproses dengan sentuhan teknologi, dikemas dipajang ditempat yang bagus dan ditempeli merk dagang tertentu harga dan valuenya bisa naik 2 bahkan 4 kali lipat.
Dari aspek pemasaran UKM kita juga masih lemah, sehingga tidak jarang produk-produk potensial yang sebenarnya bisa dilempar kepasaran ternyata menjadi stock yang tidak memiliki nilai ekonomis, penyebabnya seringkali UKM kita tidak memiliki data/informasi yang memadai baik informasi tentang penyediaan dari raw material,prosesing, product design, buyer potensial, promosi, sistem distribusi, stategi penetapan harga, segmen pasar sampai competitor capacity. Ketidakmampuan memperoleh data pihak UKM seringkali menjadi jebakan UKM yang menggiring kejurang kebangkrutan.
Memasuki dunia global tanpa batas seperti sekarang UKM harus berorientasi dan mengasah kepekaan bisnisnya semakin tajam ,dan semakin cerdas menyikapinya, contohnya data raw material maupun bahan substitusi masih mungkin bisa dilacak dan dikumpulkan dari berbagai media baik media cetak, elektronik maupun media cyber (internet) begitu juga dengan penyampaian pesan kepada calon buyer bisa ditempuh dengan cara atratif dan interatif melalui media informasi website (internet) , disamping murah, cepat juga mampu menjangkau komunitas buyers sangat luas. Justru yang sering ditakutkan UKM kita adalah merasa tidak memiliki kemampuan teknis menyiapkan sarana pengumpul data/informasi, tidak disadari kalau semua sarana tadi ternyata sudah tersedia disekitar kita, warnet sudah masuk dipelosok kampung dan kota, apalagi media cetak dan elektronik seperti radio, dan televisi. Sebenernya yang diperlukan adalah Kepekaan dan sikap mental memanfaatan sarana tersebut dengan selektif ditunjang dengan naluri bisnis. Kepekaan dan naluri tersebut bisa diasah dengan melalui keberanian melangkah keluar dari zona nyaman, mau repot, mengurangi jam tidur dan bersakit dalam tanda petik yaitu berusaha lebih keras, dan berani mencoba.
Berbisnis tidak ubahnya melakukan spionase dalam peperangan, sekalipun Bisnis dan spionase adalah dua hal yang berbeda, namun kekuatan dua kutub yang berbeda ini adalah ada pada kemampuan mengumpulkan data/informasi yang akurat memproses dan menyiapkan alternatif tindakan taktis dan strategis merebut kesempatan terdepan. Diakui bahwa masyarakat kita pada umumnya sering kurang suka dengan data, atau lebih tepat tidak mau repot dengan data, bahkan data apa saja sering dimanipulasi, tidak terkecuali UKM-UKM kita mulai yang ada di pinggir jalan sampai di plaza-2 tidak jarang memanipulasi data tentang specipikasi barang, kualitas barang jelek dikatakan bagus, barang dalam kondisi cacat dikatakan sempurna dan masih banyak lagi manipulasi-2 data, yang sebenarnya kontra produktif dan tidak sesuai dengan etika bisnis. Karena didalam bisnis sangat diperlukan trust.
Sumber: http://www.diskopjatim.go.id

Pembahasan
Pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan koperasi memiliki potensi yang besar dan strategis dalam meningkatkan aktivitas ekonomi nasional, termasuk menyediakan keperluan barang dan jasa dalam negeri. Keberadaan UMKM dan koperasi yang tersebar luas di seluruh daerah berperan besar dalam penyerapan tenaga kerja, karena lebih dari 79,1 juta tenaga kerja (99,5 persen dari jumlah tenaga kerja tahun 2004) bekerja pada UMKM dan koperasi.  Terjadinya krisis ekonomi yang berlanjut dengan krisis multi dimensi dewasa ini, memberikan peringatan kepada kita, untuk bersatu dan bekerja keras melaksanakan reformasi dalam segala bidang kehidupan. Dengan melaksanakan reformasi secara sungguh-sungguh, diharapkan kita mampu melakukan langkah-langkah penyelamatan, pemulihan, pemantapan dan pengembangan pembangunan dengan paradigma baru dengan mengacu pada GBHN 1999 dan UUD 1945. Sejalan dengan itu, didalam memposisikan koperasi dan UKM kebijakan yang dilakukan berbeda diantara ke duanya. Karena ke duanya walaupun berada dalam kerangka ekonomi rakyat akan tetapi memiliki dasar hukum dan azas yang berbeda. Koperasi merupakan badan hukum yang anggotanya terdiri dari perorangan maupun badan hukum, baik sebagai pengusaha maupun tidak. Oleh karena itu kebijakannya berorientasi untuk memandirikan koperasi melalui peningkatan produktivitasnya sebagai badan usaha dan kualitas pelayanan untuk mendorong partisipasi aktif anggotanya.  Sementara itu UKM diharapkan bisa mengembangkan usahanya sesuai dengan permintaan pasar, bukan sekedar penerus usaha keluarga. Untuk itu kebijakannya ditekankan pada peningkatan daya saing dengan memberikan perkuatan-perkuatan baik finasial maupun non finansial, seperti melalui pembentukan sentra agar UKM dapat bersinergi satu dengan yang lainnya, serta membentuk lembaga layanan bisnis (BDS) yang siap memberikan konsultasi, advokasi dan informasi bisnis kepada UKM. Dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM senantiasa melakukan koordinasi baik horizontal maupun vertikal dengan instansi-instansi terkait, baik di daerah maupun di pusat agar kita mempunyai kesamaan tindakan yang didasari oleh visi dan misi pembangunan koperasi.
Permasalahan yang Dihadapi
Dalam melaksanakan peran dan merealisasikan potensinya yang besar tersebut, UMKM dan koperasi masih menghadapi berbagai masalah. Salah satu diantaranya adalah masih kurang kondusifnya iklim usaha, yang mencakup (1) aspek legalitas badan usaha dan ketidakjelasan prosedur perizinan yang mengakibatkan besarnya biaya transaksi, panjangnya proses perizinan dan timbulnya berbagai pungutan tidak resmi; (2) praktik bisnis dan persaingan usaha yang tidak sehat; (3) ketidakpastian lokasi usaha; dan (4) lemahnya koordinasi lintas instansi dalam pemberdayaan koperasi dan UMKM. Di samping itu, otonomi daerah ternyata belum menunjukkan kemajuan yang merata dalam upaya mempercepat tumbuhnya iklim usaha yang kondusif bagi koperasi dan UMKM.
Permasalahan pokok lainnya adalah rendahnya produktivitas yang berakibat terjadinya kesenjangan yang sangat lebar antarpelaku usaha kecil, menengah, dan besar. Kinerja seperti itu berkaitan dengan rendahnya kualitas sumber daya manusia UMKM khususnya dalam bidang manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran, serta rendahnya kompetensi kewirausahaan UMKM. Keadaan demikian melemahkan kesiapan bersaing dan daya adaptasi dalam menghadapi pelaksanaan perdagangan bebas sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui oleh masyarakat internasional. Penguasaan teknologi, manajemen, informasi dan pasar oleh UMKM dan koperasi masih jauh dari memadai, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, hal itu relatif memerlukan biaya yang besar apalagi untuk dikelola secara mandiri oleh UMKM. Inilah yang membuat UMKM manjadi Gaptek.
Di materi diatas dikatakan bahwa UMKM kita tidak hanya Gaptek, namun tidak jarang memanipulasi data tentang specipikasi barang, kualitas barang jelek dikatakan bagus, barang dalam kondisi cacat dikatakan sempurna dan masih banyak lagi manipulasi-2 data, yang sebenarnya kontra produktif dan tidak sesuai dengan etika bisnis.
Karena apa yang dilakukan oleh para UMKM ini jelas menyimpang dari prinsip-prinsip etika bisnis yang ada. Adapun prinsip dalam etika bisnis secara umum adalah :
1.      Otonomi
2.      Kejujuran
3.      Keadilan
4.      Saling menguntungkan
5.      Integritas moral
Dimana semua prinsip itu sangat penting dalam kita melakukan bisnis. Bahkan Dari semua prinsip diatas,  Adam Smith akan menganggap prinsip keadilan sebagai prinsip yang paling pokok. Menurut Adam Smith Prinsip no harm, prinsip keadilan, (tidak merugikan hak dan kepentingan orang lain), tanpa prinsip ini bisnis tidak bisa bertahan. Hanya karena setiap pihak menjalankan bisnisnya dengan tidak merugikan pihak manapun, bisnis itu bisa berjalan dan bertahan.
Tentu saja prinsip lain pun sangat penting bagi kelangsungan bisinis. Tapi yang menarik pada prinsip no harm adalah bahwa pada tingkat tertentu dalam prinsip ini telah terkandung semua prinsip etika bisnis lainnya.  Dalam prinsip no harm sudah dengan sendirinya terkandung prinsip kejujuran, saling menguntungkan, otonomi (termasuk kebebasan dan tanggung jawab), integritas moral.
Dan juga seperti apa yang pernah dikatakan oleh Immanuel Kant, ” Perbuatan adalah baik jika dilakukan karena harus dilakukan” atau dengan kata lain dilakukan sebagai kewajiban. Jadi dalam berusaha kita, yang harus bersikap kooperatif. Dan mengandalkan prinsip saling menguntungkan, Menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak. Kalau prinsip keadilan menuntut agar tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya, prinsip saling menguntungkan secara positif menuntut hal yang sama, yaitu agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan satu sama lain. Prinsip ini terutama mengakomodasi hakikat dan tujuan bisnis. Karena anda ingin untung dan saya pun ingin untung, maka sebaliknya kita menjalankan bisnis dengan saling menguntungkan. Maka, dalam bisnis yang kompetitif, prinsip ini menuntut agar persaingan bisnis haruslah melahirkan win-win situation.

Langkah-Langkah Kebijakan dan Hasil-Hasil yang Dicapai   
1.      Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (Dinkop dan UMKM) memberikan sarana pelatihan bisnis online bagi pengusaha kecil menengah. Langkah-langkah itu diharapkan juga akan mendorong peningkatan jumlah wirausaha baru berbasis iptek, dan berkembangnya ragam produk-produk unggulan UKM.
2.      mendorong pelaku usaha kecil agar terus melakukan inovasi-inovasi meng­gunakan teknologi tepat guna. Sedangkan pemerintah berperan melakukan berbagai pameran yang sifatnya memperkenalkan produk lokal. Kegiatan itu juga dilakukan dengan mendorong partisipasi masyarakat dalam mengembangkan kegiatan promosi produk-produk UMKM. Hal penting yang telah dilaksanakan adalah merintis pembangunan pangkalan data produk UMKM, baik yang berorientasi ekspor maupun berorientasi pasar domestik. Hasil itu selanjutnya digunakan untuk membangun wahana perdagangan (trading board) yang berfungsi sebagai wahana pasar secara elektronis (electronic market place) yang dapat diakses secara elektronis (on-line). Dengan begitu,  cost produksi dapat ditekan. Misalnya penguasaan teknologi dalam packaging, sehingga kemasan menjadi bagus dan menarik untuk dipasarkan.
3.      menyempurnakan peraturan perundangan untuk membangun landasan legalitas usaha yang kuat bagi UMKM serta menyederhanakan birokrasi dan perizinan. Sehubungan dengan itu, telah dilakukan pengkajian secara komprehensif terhadap UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil yang dirasakan belum optimal dalam mendukung upaya peningkatan peran usaha kecil dalam perekonomian nasional, terutama dalam menghadapi berbagai kendala dan hambatan, baik yang bersifat eksternal maupun yang bersifat internal.
4.      Kegiatan lain yang telah dilaksanakan adalah mengkaji-ulang implementasi kegiatan kemitraan pola subkontrak yang dirasakan masih mengalami kendala, baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal. Oleh karena itu, dalam rangka menyediakan payung perlindungan usaha kecil dan menengah yang berperan sebagai subkontraktor, telah disusun naskah Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kemitraan Pola Subkontrak yang telah dibahas bersama instansi terkait.
Untuk mencapai visi dan misi tersebut Kementerian Koperasi telah menyusun program operasional berupa kebijakan-kebijakan diantaranya; (a). Program penumbuhan iklim usaha yang kondusif; (b). Program peningkatan akses kepada sumberdaya produktif; (c). Program pengembangan kewirausahaan yang berkeunggulan kompetitif; dan (d). Program peningkatan partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam pemberdayaan koperasi dan UKM secara terpadu.

Daftar pustaka
tasrifin.dosen.narotama.ac.id/.../ukm-kita-miskin-data-dan-masih-gap..